Saturday, July 19, 2008

Siapa Para Ulama?

Oleh : Ustadz Qomar Suaidi
Sumber : http://asysyariah.com/

Mungkin muncul pertanyaan, siapakah ulama itu? Hingga kini banyak perbedaan dalam menilai siapa ulama. Sehingga perlu dijelaskan siapa hakekat para ulama itu.

Untuk itu kita akan merujuk kepada penjelasan para ulama Salafus Shaleh dan orang-orang yang menelusuri jalan mereka. Kata ulama itu sendiri merupakan bentuk jamak dari kata ‘alim, yang artinya orang berilmu. Untuk mengetahui siapa ulama, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan ilmu dalam istilah syariat, karena kata ilmu dalam bahasa yang berlaku sudah sangat meluas. Adapun makna ilmu dalam syariat lebih khusus yaitu mengetahui kandungan Al Qur’anul Karim, Sunnah Nabawiyah dan ucapan para shahabat dalam menafsiri keduanya dengan mengamalkannya dan menimbulkan khasyah (takut) kepada Allah.

Imam Syafi’i berkata: “Seluruh ilmu selain Al Qur’an adalah hal yang menyibukkan kecuali hadits dan fiqh dan memahami agama. Ilmu adalah yang terdapat padanya haddatsana (telah mengkabarkan kepada kami - yakni ilmu hadits) dan selain dari padanya adalah bisikan-bisikan setan.”

Ibnu Qoyyim menyatakan: “Ilmu adalah berkata Allah, berkata Rasul-Nya, berkata para shahabat yang tiada menyelisihi akal sehat padanya.” (Al Haqidatusy-Syar’iyah: 119-120)

Dari penjelasan makna ilmu dalam syariat, maka orang alim atau ulama adalah orang yang menguasai ilmu tersebut serta mengamalkannya dan menumbuhkan rasa takut kepada Allah Subhanahuwata'ala . Oleh karenanya dahulu sebagian ulama menyatakan ulama adalah orang yang mengetahui Allah Subhanahuwata'ala dan mengetahui perintah-Nya. Ia adalah orang yang takut kepada Allah Subhanahuwata'ala dan mengetahui batasan-batasan syariat-Nya serta kewajiban-kewajiban-Nya. Rabi’ bin Anas menyatakan “Barangsiapa yang tidak takut kepada Allah bukanlah seorang ulama.”

Allah berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah hanyalah ulama .” (Fathir: 29)

Kesimpulannya, orang-orang yang pantas menjadi rujukan dalam masalah ini adalah yang berilmu tentang kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya serta ucapan para shahabat. Dialah yang berhak berijtihad dalam hal-hal yang baru. (Ibnu Qoyyim, I’lam Muwaqqi’in 4/21, Madarikun Nadhar 155)

Ibnu Majisyun, salah seorang murid Imam Malik mengatakan: “Dahulu (para ulama) menyatakan, ‘Tidaklah seorang itu menjadi Imam dalam hal fiqh sehingga menjadi imam dalam hal Al Qur’an dan Hadits dan tidak menjadi imam dalam hal hadits sehingga menjadi imam dalam hal fiqh.” (Jami’ Bayanil ‘Ilm: 2/818)

Imam Syafi’i menyatakan: “Jika datang sebuah perkara yang musykil (rumit) jangan mengajak musyawarah kecuali orang yang terpercaya dan berilmu tentang al Kitab dan Sunnah, ucapan para shahabat, pendapat para ulama’, qiyas dan bahasa Arab. (Jami’ Bayanil ‘Ilm: 2/818)

Merekalah ulama yang hakiki, bukan sekedar pemikir harakah, mubaligh penceramah, aktivis gerakan dakwah, ahli membaca kitabullah, ahli taqlid dalam madzhab fiqh, dan ulama shu’ (jahat), atau ahlu bid’ah. Tapi ulama hakiki yang istiqamah di atas Sunnah.
Wallahu a’lam

Thursday, July 17, 2008

Seminar ke Arah Memahami As Sunnah (16 Ogos 2008)


Tarikh: 16 Ogos 2008 (Sabtu)

Masa: 8.00 pagi - 4.45 ptg

Tempat: Dewan Kuliah 6, USM Kubang Kerian, Kelantan






--------------------------------------------------------------------------------
Aturcara:

8.00 am: Pendaftaran peserta

8.30 am: Perasmian dan kata-kata aluan

9.00 am: Ceramah 1 - "Disiplin Ilmu As-Sunnah: SatuPengenalan" Dr. Abd. Basit Abd. Rahman (Pondok Sungai Durian)

10.15 am: Rehat dan minum pagi

10.45 am: Ceramah 2 - "Keperluan Tajdid Pemikiran Agama" S. S. Dr. Mohd Asri Zainul Abidin (Mufti Kerajaan Perlis)

12.00 pm: Sesi Soal Jawab

12.45 pm: Rehat dan makan tengahari

2.00 pm: Ceramah 3 - "Ibadah Sahih Pendidik Jiwa" Prof. Madya Dr. Johari Mat(Kolej Islam Antarabangsa Sultan Ismail Petra)

3.00 pm: Ceramah 4 - "Kaedah-Kaedah Berinteraksi Dengan As- Sunnah" Maulana Asri Yusoff (Pusat Pengajian Darul Kautsar)

4.00 pm: Sesi Soal jawab

4.45 pm: Penyampaian cenderahati dan bersurai/ minum petang



Yuran pendaftaran

Dewasa: RM 40

Pelajar IPT: RM 15

Pelajar Sekolah: RM 10

Untuk pendaftaran sila hubungi :

09 7664910/ 09 766 3288 / 012 3896584/ 019 9731357

Ajuran:

Pusat Islam, Kampus Kesihatan Universiti Sains Malaysia



--------------------------------------------------------------------------------

Kenapa Sampai Perlu Jatuhkan Pemerintah?

http://an-nawawi.blogspot.com

Tiba-tiba terdetik dan terfikir. Lalu aku tuliskan ia berbantukan papan kekunci dan perisian MS Office 2003, agar dapat dikongsikan di ruang layar maya kelaknya. Persoalannya... “Mengapa mestinya menjatuhkan pemerintah baru dikatakan mampu melaksanakan Islam dan isi-isi syari’atnya?”




Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berdakwah pun tidak ada meminta dan memaksa pemerintah di tempatnya supaya turun dari takhta atas alasan zalim dan korupsi. Lalu mahu menggantikannya dengan pemerintah yang lain yang akan melaksanakan apa yang beliau kehendaki.

Sedangkan kita tahu, di zaman itu, pemerintahnya zalim-zalim belaka. Kita tahu bagaimana mereka menyeksa Nabi dan para sahabatnya. Malah, kezaliman pemimpin pada zaman itu bukan kezaliman yang biasa-biasa. Tapi kezaliman yang Allah sendiri katakan sebagai kezaliman yang paling besar. Iaitulah yang dinamakan sebagai syirik, seperti kafir, menyembah berhala, mempercayai adanya pengaruh kuasa selain Allah, membunuh anak perempuan tanpa hak dan seumpamanya.

“... Janganlah kamu mensyirikkan Allah, sesungguhnya perbuatan syirik adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Surah Luqman, 31: 13)

Kita ambil juga dari iktibar Nabi Nuh ‘alaihi salam. Apakah beliau berdakwah sehingga 1000 tahun kurang 50 tahun pernah memaksa atau pun meminta pemerintah dari kaumnya supaya turun takhta dan letak jawatan. Lalu mengatakan bahawa pemerintah yang ada perlu diganti dengan orang yang lain yang lebih baik agamanya...

Begitu juga Musa ‘alahi salam dan Harun ‘alaihi salam. Apakah mereka diperintahkan supaya menjatuhkan Fir’aun yang mana kita sedia tahu betapa zalimnya Fir’aun? Atau sebenarnya Musa dan Harun diwahyukan supaya melaksanakan tugas dakwah dengan kaedahnya? Yang mana, Tauhid dan mengesakan Allah sebagai priority intisari dakwahnya. Malah, ia adalah merupakan intisari utama dakwah para nabi dan rasul, iaitu mengajak dan menegakkan tauhid ke dalam hati dan diri setiap manusia sasarannya. Bukannya menjatuhkan pemerintah dan menukar pemerintah sebagai asas yang paling utama dan terutama. Tiada Kalam yang menyatakan di mana Musa dan Harun diutuskan supaya menjatuhkan Fir’aun bagi tujuan dan wasilah jalan dakwahnya sebagaimana dakwaan kebanyakan orang-orang agama zaman ini yang lantang menghambur peribadi pemerintah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya),

“Pergilah kamu berdua (Musa dan Harun) kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.” (Surah Thoha, 20: 43-44)

Dalam hal ini, Allah telah berfirman (yang maksudnya),

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang soleh bahawa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diredhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (Surah an-Nuur, 24: 55)

Berkata Syaikh Dr. Soleh Abdullah Fauzan al-Fauzan, di dalam kata pengantar kitab Minhajul Anbiya’ Fid Da’wati Ila Allah fihil Hikmatu wa ‘aql tentang ayat di atas sebagai berikut:

Sebagaimana yang telah diisyaratkan, tidak akan tercapai, kecuali setelah memperbaiki aqidah mereka dengan beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya. Dan mereka berkeinginan untuk mendahulukan adanya “Daulah Islamiyah” sebelum membersihkan negara dari aqidah-aqidah berhala, seperti penyembahan orang mati dan kebergantungan terhadap kuburan (serta masih bersama memenangkan aqidah selain daripada aqidah ahlus sunnah (seperti syi’ah, muktazilah, khawarij, sufi, dll. – tambahan penulis). Padahal, perkara tersebut tidak jauh berbeza dengan penyembahan terhadap Latta, Uzza, dan Manaat dan yang lainnya. Bahkan lebih dari itu, mereka mencari sesuatu yang lain yang mustahil adanya.

“Barangsiapa mencari kemuliaan, tanpa ada usaha yang keras, maka telah hilanglah usia akibat mencari kemustahilan” (Rujuk; Minhajul Anbiya’ Fid Da’wati Ila Allah fihil Hikmatu wa ‘aql, karangan Syaikh Dr. Rabi Bin Hadi ‘Umair al-Madkhaly)

Demikianlah yang berlaku ketika ini di tempat-tempat kita. Kebanyakan mereka yang keras dan gencar tidak lain kebanyakannya hanya berbekalkan semangat tanpa ilmu serta prinsip yang jelas. Mereka disibukkan mengkritik pemerintah salah itu dan ini, serta memaksakan supaya turun dari jawatan dan membawakan kelompok manusia dari kalangan mereka pula yang dikatakan sebagai lebih baik kriterianya. Yang anehnya, kriteria “baik” tu adalah menurut perkiraan mereka. Tidak mestilah sama ada dari golongan hindu, budha, liberal, Syi’ah, khawarij, dan seumpamanya, tetapi mestilah dari golongan yang sehaluan dengan mereka dalam melawan barisan pemerintah. Soal agama dan aqidahnya, bukan soal priority, dan boleh saja ditolak ke tepi dulu...

Sedangkan tidak kurang juga apa yang terdapat di dalam kelompok-kelompok mereka sendiri betapa dhoifnya pemahaman dan penerapan aqidah yang berlangsung. Pelbagai pemikiran bercampur-aduk, berkecamuk, dan bergaulan di dalamnya. Masing-masing memiliki tujuannya masing-masing. Sekadar bersatu atas niat buruk yang satu iaitu menumbangkan pemerintah. Sedangkan manhaj dan kerangka pembinaan agamanya jauh berbeza dan tidak sama. Bayangkan, apakah puak syiah, tarekat, sufi, khawarij, murji’ah, muktazilah, golongan tukang tangkalan, peniup dan pejual air yasinan, malah yang kafir juga bergaulan dalam satu nama pakatan... Apakah jenis perjuangan agama dan daulah apakah sebenarnya yang mahu ditegakkan jika prinsip penyatuannya bukan atas dasar aqidah yang jelas? Inikah yang di atas-namakan sebagai perjuangan sebuah dakwah agama bernama Islam... Amat kusut rupa dan gambarannya.

Nawawi Subandi,
00:37, 14/07/2008
Bandaraya Anggerik (Shah Alam).

Thursday, July 03, 2008

Mubahalah! Cadangan Mufti Perlis

Petikan ucapan di Masjid Alwi, Kangar, Perlis pada 02 Julai 2008 jam 8.00 malam.